Friday, April 20, 2012

DIALEKTIKA MATERIALISME: SEBUAH PENGANTAR SINGKAT

10208031

Semua Filsafat memulai narasinya dari menjawab pertanyaan ini: Mana yang lebih dahulu ada, Ide atau Materi? Pertanyaan sederhana inilah yang dapat membagi seluruh filsafat di bumi ini dengan jitu menjadi dua kubu yang jelas: Idealis dan Materialis.

Di satu sisi berdiri Kaum Idealis, kaum yang “umumnya” memihakpada yang berkuasa dan kaya. Di sinilah berdiri filsuf-filsuf terkenal seperti Plato (Etika dan Logika) , Hume (Empirisme), Berkeley, dimana berpuncak pada Hegel (Dialektika). Di sisi lain berdiri Materialis berdiri kaum Materialis yang berpihak pada proletar dan kaum tertindas. Disinilah berdiri Heraclitus (sejarawan Yunani yang jitu), Demokritus (penganjur teori atom yang pertama), Epicurus (salah satu matematikawan Yunani), Diderot dan Lamartine (revolusioner Prancis), dimana berpuncak pada Marx dan Engels.

Pemisahan di atas membuat pembahasan kita lebih mudah.Dengan mengabil satu contoh dari barisan para pemikir di kubu tersebut, kita dapat menggambarkan seluruh ahli filsafat di kubu tersebut.Wajar, karena semua pemikir kontemporer kubu tersebut membangun filsafatnya di atas pemikir sebelumnya.
Untuk Kaum Idealis, kita ambil contohnya David Hume. Untuk mendeskripsikan seluruh karya dia dalam satu kalimat, mari kita kutip perkataannya yang satu ini” If I go into myself, I shall find bundles of conceptions.” Illustrasinya, kalau Hume hendak mengetahui apakah benda yang bernama buah jeruk itu apa, maka yang di ketahui hanya sifat dari jeruk, yaitu rasanya manis, warnanya kuning, teksturnya, bentuknya dan seterusnya. Otak mencatat rupa dan rasa tadi menjadi pengertian, konsepsi, seperti pengertian berat, lezat, dan tesktur.Itulah Empirisme nya David Hume.

Tapi permasalahan nya adalah David Hume membuat konsekuensi menarik: Dari Ilustrasi tadi, karena saya yang merasakan dan melihat, maka saya sah membuat konsepsi tentang si jeruk, dan karenanya jeruk menjadi sebuah konsep di kepala saya, bukan sebuah benda. Saya hanya melihat  konsep jeruk di kepala saya, bukan melihat  suatu benda bernama jeruk.

Dengan begitu Hume membuat konsekuensi yang lebih menarik: Hume menyangkal dirinya sendiri (yang kenyataanya secara sains terdiri dari materi) dan hanya mengakui adanya ide, konsep saja.Ergo, dia mengakui bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada, dia cuma konsep semata. Itulah konsekuensi mutlak dari Idealisme, dengan menyangkal adanya benda, ia menyangkala dirinya sendiri.
Demikianlah David Hume dengan memisahkan ide dari materi, dan menganggap bahwa ada ide dulu, baru ada materi (ingat pertanyaan di atas), menyangkal dirinya (yang dimana dia duluan lahir, baru muncul Empirismenya), membatalkan Filsafat Idealisme, karena bagaimana mungkin Idealisme ada, jika tidak ada orang yang beridealis? Praktis, bisa kita simpulkan sesudah Hume, filsafat idealisme sudah mati.Tapi seperti pocong, dia datang lagi memakai hantu bernama Logika Mistik, logika yang dibangun di atas angan-angan, konsepsi di kepala.

Datanglah si Emmanuel Kant, kembali membangkitkan lagi dari kubur Idealisme Hume, tapi mencoba kabur dari konsekuensi tadi. Menggunakan Kritisisme Murni, ia mengemukakan bahwa benda itu bisa kita ketahui dengan panca indera kita, tapi benda itu sendiri tidak bisa kita ketahui. “Kalau sudah kita ketahui sesuatu benda dengan pancaindera, apa lagi yang mesti kita ketahui tentang benda itu?” tanya kaum materialis. Kaum Materialis, selalu berpegang pada kenyataan, mengungkapkan itu sudah cukup. Tapi buat Kant, sang kritikus, tidak cukup. Ia tidak sepenuhnya memihak pada Hume dan jujur, bahwa benda itu tidak ada, yang ada hanya konsepsi, suatu khayal di otaknya.

Jawab Engels, pasangan Karl Marx dalam Dialektika Materialis, menjawab dengan jitu: Benda yang sendirinya tidak diketahui, dengan panca indera, pengalaman, dan kerja kita menjadi benda yang kita ketahui.  Illustrasi: Air yang dulu tidak kita ketahui, dan karenanya kita pandang sebagai konsep ajaib, sekarang sudah kita ketahui dengan perkakas di atas memiliki rumus kimia H2O, memiliki rapat massa, memiliki sifat-sifat likuid tertentu, dst.Kemajuan teknologi, menumpuknya pengalaman manusia, berkembangnya sains, membuat konsepsi ajaib yang hanya dirasakan tadi, menjadi kenyataan yang sudah diketahui dan terkontrol.

Hegel, bapak dari Dialektika, mencoba membereksan paradox Hume dengan dialektikanya, tapi dengan mengikuti para Rohaniawan, terbang jauh dunia ini, menempatkan Ide menjadi sebuah Tuhan yang tak boleh dipertanyakan, sebuah Logika Mistik, yang bernama Ide Mutlak. Hegel mengungkapkan bahwa Ide Mutlak lah yang membuat Sejarah, sebuah Realita, “Die absolute Idee mach die Gesichte”. Bukan Filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan Absolute Idee yang tergambar pada filsafat.“deren nachdrucklichen Ausdruck, die Philosophie ist”. Jadi menurut Hegel, sejarah dunia, negara, dan masyarakatnya dibuat oleh Absolute Idee, yang tergambar pada filsafat.Pemaparan Hegel ini tidak ubahnya membalikkan sejarah filsafat Eropa ke abad pertengahan, dimana negara, masyarakat, semua ini ada karena izin dari sesuatu yang Rohaniah bernama Tuhan. Cuman kali ini nama Tuhan diganti dengan Absolutee Ide.

Rohani Hegel yang bernama Absolutee Ide tidak berbeda dengan agama, dimana semuanya berdasarkan Logika Mistik yang dasarnya dari kepercayaan, konsep di kepala, bukan sebuah kenyataan.Tidak jauh dengan berdoa atau bertapa siang dan malam, berharap dengan Rohani, Kepercayaan, Konsep di kepalanya menjadi kenyataan.Alhasil, sebuah metafisika, yang jelas-jelas sudah terbantai dan tergantikan sejak Rennaisance oleh Fisika.

Konsekuensi dari Rohani Hegel adalah ,ketika Kenyataan dan Konsepsi bertemu, Dialektika Hegel tidak dapat menyelesaikan nya. Ambil contoh, kenaikan BBM. Pemerintah ingin menaikkan BBM karena takut gagal bayar APBN (dimana ini adalah satu konsep dari sekian banyak konsep alternative dalam menyelesaikan gagal bayar APBN). Di sisilain Rakyat tidak ingin BBM naik karena efek naik BBM membuat mereka tidak sanggup lagi hidup layak (dimana ini adalah kenyataan yang siapapun bisa lihat).Pemerintah jelas ngotot, karena mereka mengikuti Idealisme, dimana mereka hanya melihat angan-angan mereka sendiri saja. Rakyat jelas ngotot, karena mereka mengikuti Materialisme, dimana mereka merasakan dan melihat, dan karena itu menyatakan:” Tapi inilah kenyataan nya, kami melarat!”. Ketika dihadapkan dengan permodelan demikian, jelas Dialektika Hegel gagal disini, dan inilah yang membuat Marx hanya mengambil teknik Dialektika Hegel yang jitu, tapi menyingkirkan Absolute Idee dari Dialektika Hegel.

Feurbach, seorang Materialis besar, juga memakai Dialektika Hegel.Buah pikiran nya juga banyak memberi pengaruh kepadak Marx dan Engels. Tapi setelah dia melemparkan Dialektika dan hidup terpencil di dalam alam konsep, atau otaknya saja, maka hasil pemikiran nya cenderung semakin lama semakin sama sepert Hegel dan Kaum Rohaniawan, terbang jauh dari dunia ini.

Maka dari situlah Karl Marx, seorang filsuf yang pada zaman nya diramaikan di universitasnya oleh filsafat Idealis, memilih materialisme sebagai dasar berangkatnya dia punya filsafat.Karena Materialisme adalah paham yang menarik konsepsi dari materi, menarik pemikiran dari sekitar, mengumpulkan pemahaman dari kenyataan yang ada, bukan sebaliknya.

Dari memegang Materialisme inilah, Marx akhirnya mengkoreksi Dialektika Hegel, yang tadinya kaki di kepala, kepala di kaki, dengan membalikkan nya kembail sebagaimana mestinya.Bukan pikiran yang menentukan kenyataan, melainkan kenyataan yang menentukan pikiran. Engels memberi pernyataan yang menandaskan Idealisme dengan ini: ”Orang mesti makan dahulu sebelum berpikir.” Jelas, bagaimana orang bisa berpikir kalau dia mati?

Dari situlah ia membuat salah satu postulatnya, yaitu “Negara adalah satu kenyataan dan hasil dari pertentangan (Dialektika) antar kelas manusia.” Perjuangan antar kelas inilah yang menjadi energi yang memebentuk sejarah masyarakat, energi yang memebentuk Negara, bukan Absolute Idee nya Hegel.Zamanlah yang menjadi panggung dialektika dalam menentukan arah perubahan. Kalau pada Zaman Perbudakan, pertentangan antara kaum budak dan tuan menghasilkan perubahan yang menghancurkan konsep perbudakan. Pada Revolusi Prancis, pertentangan antara kaum ningrat dan jelata menghasilkan perubahan yang menghancurkan konsep ningrat, menghasilkan konsep kesetaraan. Pada Zaman kapitalisme sekarang pertentangan antara kaum buruh dan pemodal, dimana Marx memprediksi buruh yang menang, meruntuhkan Kapitalisme, dan melahirkan Sosialisme. Pertentangan, Zaman, Aksi, Perjuangan lah yang mengubah konsep, bukan sebaliknya.

Dari sinilah lahirnya Historisch-Materialisme (Sejarah Materialisme) nya Marx, dimana ia menandaskan bahwa sejarah adalah sebuah perjuangan, pertentangan, dan aksi antar kelas manusia, untuk mencapai transendensi, perubahan menuju zaman baru. Karena Sejarah adalah suatu proses Dialektika yang nyata dan lurus, maka Sejarah Materialisme berganti nama menjadi Dialektika Materialisme.

Dengan lahirnya Dialektika Materialisme ini, yang selanjutnya disebut Marxisme ini, Dialektika Hegel mutlak terbagi dua: Dialektika Idealisme, yang masih diikuti oleh kaum penindas dan berkuasa serta reaksioner, dan Marxisme, yang menjadi senjata mutakhir kaum buruh dan petani, atau sering disebut proletar, berjuang melawan kelas penindas dan berkuasa.

Idealisme, tambah Marx, tidak akan mati selama masih ada perjuangan antar kelas ini, selama ada kaum yang menindas dan terindas. Kaum hartawan dan akademisi yang berkuasa pada satu pihak,menunjukkan kekuasaan, mengemukakan ide, mengumbar kemampuan intelektual, menerbitkan pemikiran terhadap kaum terhisap dan tertindas, dan di sisi lain memakai kemegahan, majiat rohani buat meninabobokan kaum pekerja, dengan memberi ilusi, “tidak apa-apa di dunia ini menderita, entar di akhirat bakal nikmat, dapat bidadari dst.” Dengan senjata bernama Angan-angan dan Konsepsi, dan teknologi dan sains di tangan mereka, tutur Marx, kaum bermodal, bekerja sama dengan akademisi, rohaniawan, reaksioner, dan penguasa menindas kaum buruh dan petani, lewat sistem Nilai Tambah, atau sering terlalu disederhanakan menjadi Kapitalisme.

Nilai tambah dihasilkan oleh pekerja ketika dia merubah suatu barang mentah menjadi barang siap pakai.Nilai tambah ini seharusnya adalah bertambahnya kegunaan barang tersebut, namun diterjemahkan oleh para pemodal sebagai untung dalam bentuk uang, yang nantinya bertumpuk di kaum pemodal, bukan di kaum pekerja yang menghasilkan nya.Permasalahannya, uang merepresentasikan nilai barang dan jasa yang ada. Terus, uang untung tersebut merepresentasikan apa? Merepresentasikan angan-angan! Akibatnya, hasil produksi terus menerus memusat di para pemodal, membuat pemodal yang tidak memberi kerja nyata semakin tinggi nilainya, dan membiarkan pekerja semakin lama semakin hilang nilai kerjanya akibat inflasi.Alhasil?Yang kaya yang makin kaya, yang miskin makin miskin, namun tidak mati, supaya mereka tetap kerja terus.

Hal inilah yang membuat Marx melihat kaum pekerja harus berjuang menumbangkan kaum penindas lagi, agar mereka bisa hidup layak, dengan cara:
1.   Seluruh Kaum Proletar harus terdidik dalam Dialektika Materialisme, filsafatnya kaum proletar, agar tidak bisa dibodoh-bodohi oleh Dialektika Idealismenya kaum Penindas.
2.  Seluruh Kaum Proletar harus bersatu, terlepas latar belakang negara, budaya, ras, dst, agar tidak dipecah belah oleh kaum Penindas dengan Idealisme.
3.    Seluruh Kaum Proletar harus menumbangkan secara tuntas dan tanpa ampun kaum Penindas, dalam segala sektor, melalui aksi dan perjuangan bersenjata atau damai.

Marx menandaskan hasil akhir dari Dialektika Materialisme adalah masyarakat dunia (internasional) tanpa kelas dan tanpa sekat nasional, dimana nilai masyarakat tersebut adalah kerja, sosial, kesetaraan, pencerahan, yang bukan berdasarkan takhayul atau mistik, namun berdasarkan kenyataan dan dialektika, yang bukan dicapai secara individu, tapi secara komunal dan universal. Dari kata komunal ini hasil akhir ini dinamai Komunisme, yang manifestonya berisi outline dari tujuan dan sasaran dan pernyataan Komunis, yang dideskripsikan oleh kalimat penutupnya“Waktunya telah tiba untuk para buruh dan pekerja melepaskan diri dari rantai yang mengikatnya.Tidak ada lagi yang mereka harus takutkan untuk hilang dari diri mereka.Seluruh buruh di dunia, bersatulah!”

Komentar Penulis
Sementara Marxisme yang secara jitu menjawab dan menjadi kampiun para buruh dalam perjuangan nya mencari keadilan sosial, Marxisme memiliki beberapa permasalahan, yang berkisar dari sesuatu dari fakta empirisme yang mungkin luput dilihat oleh Marx: Sekalipun manusia diberi kebenaran, manusia lebih memilih mengingkari kebenaran itu dan memilih kenyamanan dan romantisme dari Idealismenya sendiri. Ini jelas muncul ketika komunisme gagal di Amerika Serikat (karena komunis dicap anti agama, meskipun komunis hanya tidak menginginkan campur tangan agama dalam kehidupan komunal, hanya dalam kehidupan individu saja). Atau di Jerman (karena dianggap menghancurkan kultur Jerman).

Permasalahan yang lain adalah Marxisme hanya diambil setengah saja, yaitu bagian Ideologinya saja. Sedang sisi saintifiknya, Konsep Nilai Tambah Marx, dilupakan.Sehingga pada banyak kasus negara Komunis berhasil mengadopsi ideologinya, tapi tumbang karena ekonomi mereka tidak cocok untuk menopang ideologi mereka.Mereka mengingkari rumus Engels “Orang tidak bisa berpikir kalau tidak makan.”

Marxisme, dalam praktek juga sering dicampur-campur dengan idealism, menghasilkan nasionalisme dan bahkan reverse kapitalisme.Padahal Marxisme sangat bergantung pada penyatuan seluruh dunia menjadi satu masyarakat tunggal tanpa kelas (Internasionalisme), agar tidak ada konflik dan penyimpangan.Kegagalan ini muncul pada pecahnya Comintern (Komunis Internasional), pecah kongsi antar Uni Soviet dan Cina yang notabene sama-sama Komunis, dan akhirnya Cina yang kembali memeluk sistem Kapitalisme.

Marxisme secara jitu dan jelas digambarkan dalam ranah teoritis dan kenyataan, namun praksis, atau pelaksanaan teknis dalam perubahan sesuai keinginan Marxisme di lapangan tidak selalu akurat menerjemahkan Marxisme, menghasilkan kegagalan atau penyimpangan. Salah satunya seperti Diktator Proletariat, dimana seharusnya kaum buruh dan pekerja yang sudah menang akan memimpin pergerakan menuju Komunisme sejati, suatu keadaan tanpa negara dan hegemoni. Namun kenyataanya menjadi Degenerate State seperti pernyataan Trotsky, yang ujung-ujungnya membuat usaha tadi kembali ke sesuatu yang sangat berlawanan dengan yang diinginkan, Hegemoni Perseorangan dan Kapitalisme.

Untuk itulah, Marxisme harus dimodifikasi, sebagaimana spirit Dialektika yang terkandung di dalamnya. Berbagai teori sudah diajukan, namun saya mengajukan untuk modifikasi yang paling tepat, dimana sisi teoritis Marxisme sejalan dengan praksis yang diajukan, dan tetap cocok dengan zaman, yang diajukan oleh Trotsky, bernama Revolusi Permanen.

No comments:

Post a Comment